Abstract
Background: Formaldehide or formaline is a
toxic compound and carsinogenic . Formaline in short term could cause cell and
liver culture damage. Yoghurt is one of milk fermentation product that has
potency as exogen antioxidant and anti cancer matter, which neutralize free radical oxygen and toxic in body.
Yoghurt supplementation is expected to eliminate free radical compound that
caused by formaldehyde, prevent oxidative stress and cell destruction and hepar
culture.
Metode: Fifty mouses were divided into two
groups, the first was then divided into 5 sub groups and give formaldehyde with
dossages 0 ppm (kontrol) ,
25 ppm, 50 ppm. 75 ppm and 100 ppm . Second
group was received the same dossages and each animal received 2 ml/days yoghurt. Each sub
group was replicated three times. Malonyl dialdehide (MDA)
was measured as liver destruction parameter and level of culture damage was
measured with hematoxylen-eosin (HE).
Result: Formaldehyde dossage has highly
significant (P< 0,01) increasing MDA production. MDA
production (μg/ml) are 5,36; 18,69; 29,49; 35; and 39,46
respectively. Yoghurt supplementation also give highly significant (P< 0,01) in decreasing MDA. The lower
formaldehyde the higher MDA production descent, and the value are: 5,16 ; 5,71; 12,13; 16,13; and 20,53 mutual with culture damage from HE test.
Keyword: formaldehyde; supplementasion; expose, MDA;
Abstrak
Latar Belakang: Formaldehid (formalin)
merupakan senyawa toksik dan bersifat karsinogen. Pengaruh negatif paparan
formaldehid dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan hepar.
Yogurt merupakan salah satu produk susu fermentasi yang mempunyai potensi
sebagai antioksidan eksogen dan sebagai bahan anti kanker, yang dapat
menetralkan senyawa reaktif oxygen radikal bebas serta racun yang
masuk dalam tubuh. Suplementasi yogurt diharapkan dapat
mengeliminasi senyawa radikal bebas akibat paparan formaldehid, mencegah
terjadinya stres oksidatif dan kerusakan oksidatif pada sel dan jaringan hepar, yang ditandai
dengan meningkatnya kembali kandungan antioksidan ( GSH ), dan menurunnya
kembali produksi Malonildialdehide (MDA)
.
Metode: 50 ekor tikus dibagi menjadi
2 kelompok, kelompok I untuk penelitian paparan formaldehid dengan dosis
masing- masing adalah 0 ppm (kontrol) , 25 ppm, 50 ppm. 75 ppm dan 100
ppm . Kelompok kedua diberi paparan
formaldehid dengan dosis yang sama seperti kelompok I dan
diberi yogurt 2 ml/hari. (MDA) diukur
sebagai parameter kerusakan hepar dan kerusakan jaringan diukur dengan metode
pewarnaan hematoxylen-eosin (HE).
Hasil: Dosis formaldehid
sangat nyata (P< 0,01) meningkatkan produksi MDA. Nilai
MDA (μg/ml) sesuai
dengan dosis perlakuan berturut-
turut: 5,36; 18,69; 29,49; 35; dan
39,46. Suplementasi yogurt sangat nyata (P< 0,01)menurunkan produksi MDA.
Makin rendah formaldehid yang diberikan, akan semakin tinggi tingkat penurunan
produksi MDA (μg/ml), dengan urutan sebagai berikut: 5,16 ; 5,71;
12,13; 16,13; dan 20,53 sesuai dengan tingkat kerusakan jaringan hasil uji
dengan pewarna HE yang dilakukan.
Keyword: formaldehid; suplementasi;
paparan; MDA;
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan
formaldehid dalam dapat menyebabkan menurunnya secara drastis antioksidan dalam
tubuh, seperti superoksid dismutase dan glutathione tereduksi GSH), sebaliknya
meningkatkan produksi senyawa reactive oxygen species (ROS) dalam tubuh, yang dapat menyebabkan
terjadinya stres oxidatif. Stres
oksidatif adalah keadaan yang tidak seimbang antara antioksidan yang ada dalam
tubuh dengan produksi ROS. Stres oksidatif dapat menyebabkan terjadinya reaksi
peroksidasi lipid, protein termasuk
enzim dan DNA, yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif,
apabila ini berlanjut dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan dan
kematian sel hepar. Terjadinya reaksi peroksifdasi lemak membrane sel ditandai
dengan meningkatnya produksi senyawa
malondialdehid (MDA) dalam sel dan jaringan hepar.
Hepar merupakan
organ tubuh yang perta mendetoksi racun
atau senobiotik yang masuk dalam
tubuh. Hepar merupakan organ tubuh yang rentan terhadap pengaruh bahan toksi,
oleh karena itu hepar sangat baik dipakai dalam pengamatan histopatologis (
Smith, 200 ; Hudgson, 2004 ; Plotken et al. 2007).
Ada dua alur
detoksikasi oleh hepar, yang pertama dikenal sebagai sistim sitokrom, dimana
sel hepar memodifikasi senyawa toksik melalui proses biotransformasi (reaksi
oksidasi reduksi, dan hidrolisa) yang bertujuan untuk mengurangi toksisitas
racun yang masuk dalam tubuh. Selama proses tahap ini sangat dibutuhkan senyawa antioksidan baik enzimatis maupun non enzimatis. Alur tahap kedua dikenal sebagai tahap
konyugasi. Dalam tahap ini sel hepar sangat membutuhkan berbagai protein dan
asam amino, serta vitamin dan garam sulfat untuk mengikat racun supaya dapat
larut dalam air, sehingga racun dapat dikeluarkan dari tubuh.
Yogurt atau yoghurt merupakan produk susu fermentasi
hasil pertumbuhan bakteri Lactic acid bacteria (LAB) atau bakteri asam
laktat dalam hal ini adalah golongan bakteri species Lactobacillus bulgaricus,
dan bakteri Streptococcus thermophillus,
pada susu pasterisasi. Yogurt banyak mengandung berbagai vitamin, terutama
vitamin, B, C yang larut dalam air, dan vitamin A, D dan E yang larut dalam
lemak, dan mengandung berbagai asam amino essensiil, yang berberan sebagai
antioksidan dan detoksikan, yang dapat menetralkan senyawa ROS dan radikal
bebas
Gabungan vitamin A, E dan karoten, dapat menghambat
dan menetralkan radikal bebas yang baru terbentuk (Smith, 2003 ; Hudgson, 2004
; Eltean 2005).
Dinding
bakteri asam laktat mengandung senyawa yang berperan sebagai adjuvan, yaitu senyawa peptidoglikan dan muramyl
dipeptida (MDP), senyawa ini mampu mendorong
sel sel imun , seperti makrofag, sel- sel T dan sel–sel B limfosit memperoduksi berbagai sitokin dan antibodi
untuk meningkatkan ketahan tubuh atau sebagai immunomodulator (Maydani and Ha
200 ; Kumar et al., 2003).
Dengan
demikian dengan suplementasi yogurt diharapkan dapat mencegah dengan mengeliminasi senyawa ROS dan radikal
bebas akibat paparan formaldehid, mencegah terjadinya stres oksidatif dan
kerusakan oksidatif pada sel dan
jaringan hepar, yang ditandai dengan meningkatnya kembali kandungan antioksidan
(GSH), dan menurunnya kembali produksi MDA .
1.2 Rumusan Masalah
1. apa itu yakult ?
2. apa manfaat minum yakult pada tubuh manusia ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. agar mengerti apa itu yakult.
2. agar dapat mengetahui apa manfaat minum yakult pada tubuh manusia.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
1.1 Tentang Yakult
Yakult (ヤクルト Yakuruto?)
adalah minuman probiotik mirip yogurt yang dibuat dari fermentasi skimmed milk dan gula dengan bakteri Lactobacillus casei.
Karena L. casei Shirota dapat ditemui dalam sistem pencernaan, Yakult
dipromosikan sebagai minuman yang baik untuk kesehatan.
Namanya berasal dari jahurto,
bahasa Esperanto
untuk "yoghurt". Yakult ditemukan oleh doktor Minoru Shirota pada 1930. Pada 1935, ia mendirikan Yakult
Honsha Co., Ltd. (株式会社ヤクルト本社 Kabushiki-gaisha Yakuruto Honsha?)
(TYO: 2267)
untuk memasarkan minuman ini. Sejak saat itu, Yakult telah memperkenalkan
berbagai minuman yang mengandung bakteri Bifidobacterium
breve, dan telah menggunakan lactobacilli untuk mengembangkan kosmetika.
Yakult Honsha juga memainkan peran penting dalam penelitian obat kemotrapi irinotecan.
Yakult juga memiliki salah satu
tim bisbol
terbesar di Jepang, Tokyo Yakult Swallows.
Saat ini, Yakult diproduksi dan
dijual di Jepang,
Asia, Australia,
Amerika Latin,
dan Eropa,
walaupun bakterinya masih diimpor dari Jepang.
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilaksanakan di laboratorium Biokimia jurusan kimia, Laboratorium Biologi
molekuler dan sel jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Brawijaya , serta
laboratorium Biomedik, dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang.
3.2 Materi Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian antara
lain formalin atau formaldehid, Tikus
putih Rattus norwegigus umur 8–10 minggu, dengan berat badan sekitar 100 g,
NaCl, KCl, Na2PO4, KH2PO4, TCA,
TBA, HCl, aquabidest, Kit GSH , Kit MDA.
Alat yang digunakan
dalam penelitian antara lain neraca analitik Mettler AE- 50, Spektrofotometer
UV-Vis, vortex Gua Hug, spoit 1 ml, gavage, seperangkat alat gelas, water bath,
mikro pipet, mikrotip, tabung mikro eppendorf.
3.3 Assay of Glutation colometric
detection Kit ( BioVision )
Kit ini dapat
menditeksi Glutathion dalam
bentuk tereduksi ( GSH ) saja. Dengan cara menghilangkan enzim glutathione reduktase dalam larutan
yang diselidiki. Kemempuan menditeksi reasgen kit ini dengan tanpa proses
recycling , adalah 100 kali lebih rendah
dibanding dengan diteksi total glutathione, dengan satuan konsentrasinya
nano g per mikroliter atau μg per ml.
3.4 Kit Assay MDA colorimetri detection Kit
Prinsip: MDA merupakan produk sekunder dari lipid
peroksidasi, akan bereaksi dengan thiobarbituric acid (TBA)pada suasana asam
(pH 2- 3) dan suhu 97- 1000 Cakan memberikan warna pink.
3.5 Kerusakan oksidatatif hepar
Dengan metode pewarnaan
hematoxylen- eosin ( HE).
3.6 Pengelompokan tikus
50 ekor tikus dibagi menjadi 2
kelompok , masing- masing kelompok
terdiri dari 25 ekor. 25 ekor kelompok tikus I adalah untuk penelitian paparan formaldehid tanpa
suplementasi yogurt yang diberikan dalam
feeding diet, dengan dosis masing- masing adalah 0 ppm (control) , 25 ppm, 50
ppm. 75 ppm dan 100 ppm sesuai dengan
sub kelompoknya. Masing- masing sub kelompok terdiri dari 5 ekor sebagai
ulangan.
25 ekor ekor kelompok tikus
yang kedua adalah untuk penelitian paparan formaldehid dalam feeding diet,
dengan dosis yang sama masing- masing adalah o ppm sebagai control , 25 ppm, 50
ppm , 75 ppm dan 100 ppm, dan secara bersamaan tiap harinya diberi minuman
yogurt sebanyak 2 ml per hari dengan menggunakan jarum tumpul gavage).
3.7 Analisis Data
Data
kadar GSH dan MDA yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
pola rancangan acak lengkap sederhana, menurut Suntoyo (1990).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Paparan formaldehid dalam makanan tikus ( Rattus norwegicus ) tanpa suplementasi yogurt terhadap kadar MDA hepar jaringan hepar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan formaldehid dalam makanan
tikus (Rattus norwegicus ) tanpa suplementasi yogurt memberikan pengaruh yang
sangat nyata (P < 0,01) terhadap produksi MDA jaringan hepar. Data
selengkapnya terdapat pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Gambar 1. Grafik pola produksi MDA akibat paparan
formaldehid tanpa perlakuan suplementasi
yogurt.
Tabel 1. Paparan formaldehid dalam makanan tikus
tanpa suplementasi yogurt terhadap kadar MDA jaringan hepar.
Hasil penelitian sebagaimana tertera pada tabel 4 dan gambar 4
menunjukkan bahwa paparan formaldehid
tanpa perlakuan suplementasi yogurt dapat menyebabkan peningkatan secara
sangat nyata ( P < 0,01 ) terhadap
produksi senyawa malondialdehid
(MDA) jaringan hepar.
Hal ini
menunjukkan bahwa paparan formaldehid dalam makanan dapat menimbulkan stress
oksidatif, kerusakan oksidatif, dan terjadinya reaksi peroksidasi senyawa
biologis yang terdapat pada sel dan jaringan hepar, terutama lemak membrane sel
hepar. Makin tinggi dosis paparan formaldehid, akan semakin tinggi potensi
kerusakan lemak membran sel , bahkan bisa menimbulakan kerusakan serius, sampai dengan kematian sel, yang
ditandai dengan semakin tinggi produksi MDA.
Muller (2006)
menyatakan bahwa senyawa radikal bebas , terutama radikal hidroksil (.OH-)
dapat menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi asam lemak tidak jenuh pada
membrane sel. Reaksi peroksidasi lebih
lanjut pada asam- asam lemak tidak jenuh, menghasilkan produk senyawa
malondialdehid (MDA).
Peroksidasi lemak
adalah bentuk kerusakan oksidatif lemah tidak jenuh (Polyunsaturated fatty acid
= PUFA). Inisiasi peroksidasi lemak disebabkan oleh serangan terhadap yang
memiliki reaktivitas untuk mengabtraksi
atom hydrogen dari suatu gugus metilen (- CH2 -). Asam- asam lemak
dengan satu atau tanpa ikatan ganda lebih resisten terhadap serangan PUFA .
Ikatan ganda yang ada disampingnya memperlemh energi energi pengiikatan atom
hydrogen pada atom karbon, terutama atom karbon yang terdapat gandar pada kedua
sisi – CH- (Halliwell and Gutteridge, 1999 ; Suryohudoyo, 2000).
Abstraksi H. dari -CH2 –
menyebabkan terbentuknya elektron yang tidak berpasangan pada karbon (-CH2-),
karena atom hydrogen hanya mempunyai satu elektron . Pada kondisi aerob,
sebagian besar radikal karbon akan bereaksi dengan O2 akan
menhasilkan suatu radikal peroksil, yang dapat mengabstraksi atom H dari
molekul lemak yang lain, yaitu rantai samping asam lemak yang berada didekatnya,
dan menghasilkan karbon radikal (C-)
dengan reaksinya sebagai berikut :
ROO.-
+ . C- + CH
→ ROOH + .
C
Radikal karbon
yang terbentuk dapat bereaksi dengan O2 untuk membentuk peroksil
lain, sehingga reaksi berantai dari peroksidasi lemak dapat berlanjut ( tahap
propogasi ). Radikal peroksil berikutnya akan bereaksi dengan atom hydrogen
yang diabstraksi akan menghasilkan lemak peroksida (LOOH ).
Peroksidasi lemak
merupakan yang palin banyak dipelajari
dalam reaksi berantai radikal bebas, dengan malondialdehid (MDA) sebagai
produk akhir (Wink and Khresna, 2006).
4.2 Paparan formaldehid dalam makanan tikus
(Rattus norwegikus)
dengan suplementasi yogurt
terhadap kadar MDA jaringan hepar.
Hasil penelitan paparan formaldehid pada makanan tikus , dengan
suplementasi yogurt menunjukkan berpengaruh sangat sangat nyata (P < 0,01) terhadap produksi
MDA jaringan hepar, walaupun sudah ada penurunan secara nyata produksi MDA.
Data selengkapnya terdapat pada Tabel 2 dan Gambar 2.
Gambar 2. Grafik pola produksi MDA hasil
paparan formaldehid dengan
suplementasi yogurt pada jaringan hepar
tikus.
Tabel 2. Paparan formaldehid dengan suplementasi yogurt
terhadap produksi MDA hepar.
Tabel 3. Hasil uji t rataan produksi MDA paparan
formaldehid tanpa dan dengan
suplementasi yogurt terhadap MDA hepar.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa paparan formaldehid tanpa
dan dengan suplementasi yogurt menunjukkan pengaruh yang sangat nyata ( P <
0,01 ) terhadap produksi MDA.
Gambar 3. Pola
produksi MDA Hepar hasil paparan formaldehid tanpa suplementasi yogurt Toksisitas ) dan dengan suplementasi yogurt (
Terapi ).
Hasil penelitian yang terdapat pada Tabel 2 dan 3 dan Gambar 2 dan 3, menunjukkan bahwa perlakuan suplementasi
yogurt yang diberikan bersamaan dengan
paparan formaldehid dalam makanan tikus, dapat menurunkan produksi MDA jaringan
hepar. Hal ini tidak lain karena yogurt sebagai produk
fermentasi kaya akan zat- zat nutrisi seperti vitamin dan asam – asam amino yang berberan sebagai antioksidan dan
penyusun antioksidan dalam tubuh, yang dapat mencegah terjadinya stres oksidati
dan kerusakan oksidatif, dan reaksi peroksidasi lemak akibat produksi senyawa
ROS dan radikal bebas, akibat paparan formaldehid. Yogurrt juga mengandung bakteri gram positif, yaitu bakteri Lactobacillus
bulgaricus, dan bakteri Streptococcus thermophillus, yang dinding selnya
mengandung senyawa peptidoglikan dan muramyl dipeptida (MDP) yang bersifat
sebagi adjuvant, yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan sistim
pertahan tubuh.
Hal ini sesuai dengan pendapat
Smith (2003) ; Hudgson (2004) dan Eltean 2005 , yang menyatakan bahwa
yogurt banyak mengandung berbagai vitamin, terutama vitamin B dan C yang bersifat larut dalam air, dan vitamin A,
D, dan E yang bersifat larut dalam lemak, yang dapat berperan sebagai
antioksidan yang dapat menetralkan senyawa ROS dan radikal bebas yang bersifat
merusak sel dan jaringan hepar.
Gabungan antara vitamin C dan E serta karoten dapat menghambat dan
menetralkan ROS dan radikal bebas yang baru terbentuk, sehingga kerusakan sel
dapat dicegah, dengan demikian dapat menurunkan produksi MDA (Kumar et al.,
2003; Wink and Kresna, 2006 ; Plotkin,
2007).
Given and Gulmez (2003) menyatakan bahwa produk susu fermentasi
memberikan efek protektif yang lebih baik terhadap senyawa toksik dan
karsinogen dibanding denganm vitamin E.
Hasil uji t menunjukkan bahwa paparan formaldehid dalam makanan tanpa
dan dengan suplementasi yogurt menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P <
0,01) terhadap kadar MDA jaringan hepar. Paparan formaldehid dalam makanan yang
secara bersamaan diberikan suplementasi yogurt, dapat menurunkan produksi MDA
jaringan hepar secara nyata.
Dengan demikian terbukti baik secara teoritis dan terapan, bahwa yogurt
dapat mencegah terjadinya bstres oksidatif, kerusakan oksidatif dan peroksidasi
lemak,khususnya lemak membran sel dan dapat menurunkan produksi MDA
4.3 Paparan Formaldehid dalam makanan tikus
tanpa dan dengan suplementasi
yogurt terhadap
histopatologis hepar.
Tikus
putih Rattus norwegicus strain wistar jantan diberikan pakan diet
yang terpapar formaldehid dengan variasi dosis (0. 25, 50, 75, dan 100 ppm).
Ransum makanan diberikan singgle dosis
selama satu minggu diberikan per hari selama tujuh hari berturut- turut.
Setelah mendapatkan paparan formaldehid selama tujuh hari secara terus menerus,
tikus dikorbankan dan diambil organ hatinya, untuk tujuan persiapan pembuatan
preparat histopatologis , yang meliputi perendaman dalam PFAS 4 %, embedding
dalam parafin block dan pemotongan preparat hepar setebal 4- 5 μM yang sudah dicoated pada objeck glass. Hasil irisan preparat jaringan
hepar tikus, selanjutnya dilakukan pewarnaan HE ( Hematoxiylen Eosin ),
selanjutnya diamati dibawah mikroskop untuk melihat gambaran kerusakan hepar.
Gambar 4.
Hasil pewarnaan HE pada preparat hepar yang terpapar formalin Pembesaran
400 x .
Gambar 4. menunjukkan perbandingan kondisi
kerusakan sel jaringan hepar tikus
kontrol ( A ), tikus yang terpapar formalin dengan dosis 25 ppm ( B),
50 ppm ( C ) dan 75 ppm ( D), apabila kita bandingkan jaringan hepar
tikus kontrol dengan perlakuan 0 ppm formaldehid, tampak bahwa
jaringan heparnya hampir berisi penuh dengan sel- sel hepar, sedangkan
pada tikus yang terpapar formalin terjadi pengurangan sel secara bertingkat, sesuai dengan dengan
tingkat dosis paparan formaldehid yang diberikan.
.
Gambar 5. Hasil pewarnaa HE hepar tikus yang memperoleh suplementasi
(terapi) yogurt .
Gambar 5. menunjukkan adanya perbaikan
kerusakan sel hepar dengan adanya perlakuan suplementasi ( terapi ) yogurt, pada tikus yang terpapar formalin.
Pada gambar 5 menunjukkan bahwa yang effektif
terapi hepar dengan suplementasi yogurt,
adalah pada hepar tikus yang terpapar 25 ppm. Lebih dari 25 ppm sulit untuk
diperbaiki seperti keadaan mendekati kontrol. Dengan demikian dosis paparan formaldehid dalam makanan dianggap sebagai batas ambang atau sebagai
batas acceptable daily intake ( ADI )
adalah sekitar 25 ppm kebawah. Hal ini sesuai
The International for occupational safety and healt atau
NIOSH ( 2002 ) yang menyatakan bahwa formaldehid atau formalin yang
brbahaya bagi kesehatan adalah pada
kadar 20 ppm.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa paparan formaldehid dalam makanan
tikus tanpa suplementasi yogurt dapat menurunkan kadar GSH, kadar MDA dan
kerusakan jaringan hepar, sesuai dengan dosis yang diberikan, terutama pada
dosis 25 ppm paparan formaldehid, karena dapat menaikkan kembali kadar GSH sama
dengan kontrol.
Paparan
formaldehid dalam makanan tikus dengan
suplementasi yogurt, dapat mencegah penurunan secara drastis kadar GSH, dan
dapat mencegah produksi MDA secara
berlebihan, dapat memperbaiki kerusakan jaringan hepar, terutama pada dosis 25 ppm, karena dapat
menurunkan kembali kadar MDA sama dengan kontrol.
No comments:
Post a Comment
TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASINYA