KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya kami dapat menyelesaiakan tugas kelompok yang berjudul ‘xenotransplantasi’. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil
menyelesaikannya dengan baik. Tak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam mengerjakan tugas ini. kami juga mengucapkan
terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi
baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan tugas ini. Tentunya ada hal-hal yang
ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil tugas kami ini.
Karena itu kami berharap semoga
tugas ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama. Demikianlah kata-kata dari kami jika ada
yang salah baik dalam pengetikan maupun ejaan kami mohon maaf.
Arga
Makmur, 28 Maret
2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR1
DAFTAR ISI2
PEMBAHASAN XENOTRANSPLANTASI3
A.
Sejarah3
B.
Dasar Pemikiran Xenotransplantasi5
C.
Pembagian Tranplantasi5
D.
Bentuk Respon Penolakan6
E.
Hukum Xenotransplantasi antara manusia dan babi8
PENDAPAT KAMI11
1.
Pendapat Dari Syafriadi11
2.
Pendapat Dari Henci Trisnawati11
3.
Pendapat Dari Soni Julita11
4.
Pendapat Dari Dwi Ratna Sari11
DAFTAR PUSTAKA12
PEMBAHASAN
XENOTRANSPLANTASI
A. Sejarah
Kata transplantasi berasal dari bahasa inggris to
transplant, yang berarti to move from one place to another. Dalam ilmu
kedokteran, transplantasi diartikan sebagai pemindahan jaringan atau organ dari
satu tempat ke tempat lain. Pada awalnya „tempat‟ dalam
pengertian ini adalah tubuh manusia, tetapi dalam perkembangannya, tempat
tersebut bisa berarti tubuh manusia dan atau tubuh binatang. Yang dipindahkan
adalah bagian tubuh manusia atau binatang, seperti jaringan dan organ. Jaringan
merupakan kumpulan sel (bagian terkecil dari individu) yang sama dan mempunyai
fungsi tertentu, misalnya jaringan kornea mata. Organ merupakan kumpulan
jaringan dan mempunyai fungsi berbeda sehingga organ merupakan satu kesatuan
yang mempunyai fungsi tertentu, misalnya ginjal, jantung, hati, dan sebagainya.
Kelangkaan organ tubuh manusia yang siap ditransplantasikan
ke para penderita yang membutuhkannya memaksa para ahli organ donor yang
berasal dari binatang. Organ donor yang dicari juga organ tubuh secara langsung
seperti jantung, ginjal, hati, dan sumsum tulang, maupun jaringan atau sel-sel
tertentu. Transplantasi organ binatang ke tubuh manusia dikenal sebagai
xenotransplantasi. Sampai saat ini, transplantasi lintas spesies tersebut
menimbulkan pro dan kontra ditinjau dari berbagai aspek kehidupan seperti sains
(klinis), social dan bioetika (termasuk agama di dalamnya).
Sejarah transplantasi lintas spesies tercatat pertama kali
di awal abad 20. Ketika itu pernah dilakukan transplantasi organ ginjal dari
jenis binatang satu ke jenis binatang lainnya secara silang pada kelinci, babi,
kambing, domba, dan primata. Percobaan tersebut gagal total. Beberapa primata
penyebab kegagalan itu telah diidentifikasi, antara lain tidak adanya hubungan
genetik di antara binatang tersebut; dan ukuran tubuh berbeda. Sejak itu, tidak
pernah dijumpai lagi percobaan transplantasi lintas spesies sampai tahun 1963.
Selanjutnya, xenotransplantasi sebagai upaya mencangkokan
organ binatang ke manusia pun dimulai, Keith Reemtsma dan kawan-kawan dari
Thulane University berhasil melakukan transplantasi ginjal simpase ke sejumlah
resipien manusia. Pasien yang sanggup bertahan hidup paling lama adalah seorang
wanita yang bekerja sebagai guru. Dengan ginjal simpanse tersebut, ia dapat
mempertahankan kehidupannya selama sekitar sembilan bulan lagi dan dilaporkan
meninggal karena penyakit lain; bukan akibat dari reaksi penolakan atau reaksi
imunologis. Ahli lain, Thomas Starzl, dari University of Colorado melakukan
enam kali transplantasi ginjal baboon ke manusia. Semua pasiennya mampu
bertahan hidup sekitar 19-98 hari. Dalam kedua contoh diatas, simpanse dan
baboon digunakan karena kedua binatang tersebut memiliki kedekatan genetik
dengan manusia (sesama golongan primata). Organ dari dua binatang ini pula yang
pada tahap perkembangan xenotransplantasi selanjutnya digunakan sebagai organ
donor.
Xenotransplantasi organ jantung pertama kali dilakukan oleh
James Hardy dan kawan-kawan dari University of Mississippi Medical Center pada
tahun 1964. Mereka melakukan pencangkokan jantung simpase ke manusia. Ukuran
jantung simpase itu ternyata terlalu kecil untuk dapat menunjang sistem
sirkulasi darah pada pasien (manusia). Akibatnya, jantung itu hanya berfungsi
selama 2 jam. Sejak saat itu, xenotransplantasi telah dilakukan delapan kali.
Lima kali tindakan dilakukan dengan menggunakan jantung primata (tiga simpase
dan dua baboon) dan tiga lainnya menggunakan organ dari ternak (satu domba dan
dua babi). Ini adalah langkah awal xenotransplantasi dari organ binatang non
primata.
Leonard Bailey, seorang dokter spesialis bedah dari Loma
Linda University, telah berhasil mengganti jantung Fae (penderita kelainan
jantung bawaan sejak kecil) dengan jantung baboon. Dia adalah pasien terlama
yang bisa bertahan hidup. Fae mampu bertahan hidup sampai 20 hari setelah
operasi. Sebelum melakukan transplantasi jantung baboon pada Fae pada tahun 1984
itu, Bailey dan kawan-kawan sebenarnya juga telah melakukan hal yang sama pada
binatang non primata. Organ donor diperoleh dari domba sedangkan resipiennya
adalah kambing. Satu ekor kambing resipien lain yang rata-rata bertahan 72
hari.
Pada tahun 1992, sebuah tim dari University of Pittsburgh
Medical Center telah berhasil pula mencangkokkan hati baboon pada pasien
manusia berumur 35 tahun yang sayangnya meninggal segera setelah operasi.
Selanjutnya, pada periode 1993-1996 para peneliti dan praktisi dari universitas
yang sama melaporkan dua kasus transplantasi hati baboon ke resipien manusia.
Pasien pertama mampu bertahan hidup 70 hari sedangkan pasien ke dua bisa
bertahan hidup dalam 26 hari. Keberhasilan ini diduga karena penggunaan senyawa
imunosupresif khususnya yang mampu mencegah penolakan tubuh atas organ
tersebut. Namun penggunaan senyawa tersebut masih membuka peluang infeksi ganda
terhadap berbagai kemungkinan infeksi yang membahayakan. Untuk mengatasi
kelemahan itu, para peneliti menggunakan agen imunosupresif yang lebih spesifik
yang tidak membuka peluang terjadinya infeksi ganda.
Pada tahun 1992, Czaplicki dan kawan-kawan mencangkokkan
jantung babi kepada seorang penderita sindroma Marfan. Namun demikian, pasien
tersebut meninggal hanya 24 jam setelah dilakukan transplantasi. Yang cukup
menarik adalah tidak ditemukannya indikasi yang menunjukkan adanya respons
penolakan. Berbeda dengan transplantasi lain yang menggunakan senyawa
imunosupresif khusus, Czaplicki memberikan pasiennya suatu larutan ekstrak
kelenjar thymus dan serum fetus sapi. Pemberian larutan ini dimaksudkan untuk
menghilangkan reaksi antibodi setelah pencangkokkan jantung babi tersebut
dilaksanakan.
B. Dasar Pemikiran Xenotransplantasi
Motivasi untuk menggunakan sumber hewan untuk transplantasi
organ atau jaringan didorongoleh permintaan dan penawaran pasien yang
membutuhkan transplantasi segera. Menurut laporan saat ini yang paling dari
Jaringan Serikat untuk Organ Sharing (UNOS), lebih dari107.241 orang Amerika
menunggu untuk transplantasi organ pada Mei 2010 tahun 2009, 28.464pasien
transplantasi, dan sekitar 40% dari calon terdaftar di daftar tunggu masih muda
dari 50tahun.
Mengingat kurangnya pasokan organ tubuh manusia untuk
transplantasi, beberapa alternatif telah diteliti dan diperdebatkan. alat-alat
mekanis Implan telah dieksplorasi di bidang transplantasi jantung. Baru-baru
ini, penelitian telah meningkat di bidang transplantasi sel embrio di seluruh
spesies dan ginjal tumbuh dan sel-sel pankreas endokrin in situ. Organ dari
babi telah menjadi fokus dari banyak penelitian di xenotransplantation,
sebagian karena penerimaan publik membunuh babi dan persamaan fisiologis antara
babi dan primata manusia serta bukan manusia.
C. Pembagian Tranplantasi
Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam hal
transplantasi yang didasarkan pada beberapa hal. Berdasarkan bagian tubuh yang
ditransplantasikan dari satu tempat ke tempat lain, transplantasi bisa
dilakukan pada dua bagian tubuh, yaitu transplantasi jaringan seperti pencangkokan
kornea mata dan transplantasi organ seperti pencangkokan ginjal, jantung, hati,
dan sebagainya.
Berdasarkan hubungan genetis antara donor (pemberi jaringan
atau organ) dan resipien (penerima jaringan atau organ), ada 3 macam
transplantasi, yaitu :
1. Autotransplantasi yaitu transplantasi yang donor maupun
resipiennya merupakan individu yang sama. Yang ditransplantasikan dalam hal ini
hanya jaringan saja. Sebagai contoh, bagian pipi yang dioperasi dan dipulihkan
kembali bentuknya dapat dilakukan dengan mentransplantasikan daging bagian
pahanya sendiri ke bagian pipi yang dioperasi. Kasus paling popular adalah
ketika pembalap Niki Lauda mengalami kecelakaan dalam salah satu kejuaraan
balapnya. Ia harus mengalami operasi plastik untuk memulihkan kondisi wajahnya
yang rusak akibat kecelakaan. Jaringan kulit pada bagian wajah diperbaiki
melalui transplantasi jaringan kulit yang diambil pada bagian pahanya sendiri.
2. Homotransplantasi yaitu transplantasi yang donor dan
resipiennya adalah individu yang sama jenisnya. Yang dimaksud jenis di sini
adalah jenis makhluk hidupnya. Misalnya donor dan resipiennya adalah sesama
manusia atau sesama sapi atau sesama anjing dan lain sebagainya.
Homotransplantasi ini bisa terjadi ketika donor (pemberi organ atau jaringan)
dalam keadaan masih hidup atau sudah meninggal. Donor yang sudah meninggal
biasa dikenal sebagai cadaver donor. Untuk resipien (penerima organ atau
jaringan) tentunya adalah individu yang masih hidup.
3. Heterotransplantasi yaitu transplantasi yang donor dan
resipiennya merupakan dua individu yang berlainan jenisnya. Sebagai contoh,
donornya adalah binatang sedangkan resipiennya adalah manusia.
Pada kasus autotransplantasi, nyaris tidak pernah ditemukan
adanya reaksi penolakan sehingga fungsi jaringan yang ditransplantasikan hampir
selalu dapat dipertahankan dalam jangka waktu yang cukup lama. Ini berbeda
halnya dengan homotransplantasi. Pada transplantasi jenis ini, dikenal ada tiga
kemungkinan :
a. Apabila donor dan resipien adalah saudara kembar yang
berasal dari satu sel telur (kembar identik), maka transplantasi hampir selalu
tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil transplantasinya
serupa dengan hasil transplantasi pada autotransplantasi.
b. Apabila donor dan resipien memiliki hubungan kekerabatan
misalnya antar saudara kandung atau antar anak dengan orang tua, maka reaksi
penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi masih
lebih kecil daripada kemungkinan ketiga.
c. Apabila donor dan resipien merupakan dua individu yang
tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali, maka transplantasi hampir
selalu menyebabkan reaksi penolakan. Namun demikian seiring dengan waktu dan
perkembangan teknologi, tingkat keberhasilan transplantasi pada golongan ini
sudah semakin tinggi.
D. Bentuk Respon Penolakan
Sangat jelas bahwa penggantian organ manusia dengan organ
binatang membawa konsekuensi penolakan tubuh melalui fenomena imunologis di
samping membawa resiko terjadinya infeksi. Pada allotransplantasi jantung, penolakan
dan resiko infeksi dapat ditekan dan dicegah dengan pemberian cyclosporine. Ini
merupakan bahan yang berfungsi sebagai agen imunosupresif yang ternyata dapat
meningkatkan angka keberhasilan pencangkokkan menjadi lebih dari 85 persen.
Untuk xenotransplantasi bahan-bahan yang berfungsi seperti cyclosporine belum
ditemukan.
Sistem kekebalan merupakan sistem pertahanan utama tubuh
dalam upaya melawan infeksi. Pada kondisi semacam ini sistem kekebalan
seolah-olah bertindak sebagai tentara yang terlatih dalam menghancurkan sistem
pertahanan musuh, yaitu berbagai makhluk asing yang masuk ke dalam tubuh.
Meskipun sistem kekebalan bersifat essensial untuk kehidupan normal, dalam
keadaan tertentu, misalnya ketika seseorang memerlukan transplantasi organ, sistem
kekebalan itu akan menyerang dan menghancurkan organ yang ditransplantasi tadi.
Obat-obat penekan sistem kekebalan seperti cyclosporine memberikan kemungkinan
transplantasi dapat berlangsung tanpa ada gangguan dengan cara meniadakan atau
membatasi serangan terhadap organ yang ditransplantasikan tersebut.
Melihat perkembangan teknologi yang semakin maju, prospek
penggunaan organ binatang untuk ditransplantasikan ke manusia menjadi semakin
menantang. Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana sistem
kekebalan tubuh mengenali jaringan yang ditransplantasikannya sebagai benda
asing. Sistem kekebalan tubuh dapat diibaratkan sebagai pedang bermata dua. Di
satu sisi sistem kekebalan akan melindungi tubuh dari infeksi, di sisi lain
sistem tersebut dapat menyerang jaringan tubuhnya sendiri.
Pada pelaksanaan xenotransplantasi, tubuh manusia diharapkan
dapat menerima organ asal binatang tetapi secara bersamaan mampu melindungi
tubuh dari ancaman lainnya, seperti penyakit infeksi. Pada kasus transplantasi
dari organ manusia ke manusia, resipien diberikan obat-obatan yang dapat
menekan kekebalan dalam rangka menekan proses penolakan (rejection). Pada kasus
xenotransplantasi, untuk memperkecil atau jika perlu meniadakan peran
obat-obatan penekan sistem kekebalan, strategi yang dilakukan adalah :
1. Penyisipan gen yang dapat menghentikan reaksi penolakan
hiperakut, yaitu respon kekebalan lapis pertama yang akan menyerang organ
binatang pada beberapa saat setelah implatansi.
2. Menghilangkan gen yang menandai organ sebagai benda asing
dan membuat sistem kekebalan menjadi melemah.
3. Identifikasi berbagai faktor yang mengarah kepada
penolakan vaskuler dan sistem kekebalan lapis kedua yang dapat menghancurkan
organ yang ditransplantasikan dalam hitungan minggu atau bulan.
Ketiga langkah ini efektif dengan memanfaatkan ketersediaan
teknologi rekayasa genetika.
E. Hukum Xenotransplantasi antara
manusia dan babi
Jika pengobatan medis untuk manusia dengan cara
transplantasi mengunakan organ babi, maka hukum yang perlu diterapkan pada
fakta ini adalah hukum berobat (al-tadawi/ al-mudaawah) dengan dzat yang najis
lagi haram. Sebab babi adalah zat yang najis dan haram. Para ulama berbeda
pendapat dalam hal boleh tidaknya berobat dengan suatu dzat yang najis atau yang
haram. (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid: 1/ 384). Dalam masalah ini ada 3 (tiga)
pendapat di antara ‘Ulama:
1. Mayoritas ulama, mengharamkan berobat dengan zat yang
najis atau yang haram, kecuali dalam keadaan darurat. (Sayyid Sabiq, Fiqih
Sunnah: 1/ 492, Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu: 9/ 662,
Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar: 13/ 166).
2. Sebagian ulama, di antaranya: Imam Abu Hanifah dan
sebagian ulama Syafiiyah
mengatakan boleh berobat dengan zat-zat yang najis.
(Izzuddin bin Abdis Salam, Qawa’idul Ahkam fi Mashalih Al-Ahkam: 2/ 6, Imam
Ash-Shan’ani, Subulus Salam:6/100).
3. Sebagian ulama lainnya, seperti Taqiyuddin an-Nabhani,
menyatakan makruh hukumnya berobat dengan zat yang najis atau yang haram.
(Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah: 3/ 116).
Pendapat yang rajih (paling kuat) dalam masalah ini adalah
pendapat ketiga, yang mengatakan makruh berobat dengan dzat yang najis atau
yang haram, karena faktor-faktor sebagai berikut: Pertama Hadits yang melarang
dan hadits yang membolehkan Hadits-hadits yang mengandung larangan untuk
berobat dengan sesuatu yang haram/ najis misalnya sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya Allah yang menurunkan penyakit dan obatnya, dan
Dia menjadikan obat bagi setiap penyakit. Maka berobatlah kamu semua, dan
janganlah kamu berobat dengan sesuatu yang haram” (riwayat Abu Dawud, no:
3376).
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “janganlah kamu
berobat dengan sesuatu yang haram” menunjukkan larangan berobat dengan sesuatu
yang haram/ najis. Hadits ini tidak otomatis mengandung hukum haram, melainkan
sekedar larangan, sehingga membutuhkan dalil lain sebagai indikasi larangan
yang mengantarkannya apakah larangan ini bersifat jazim (haram), ataukah ghairu
jazim (makruh). Di sinilah ada hadits yang menunjukkan larangan itu bersifat
ghairu jazim (makruh),
1. Dalam Shahih Al-Bukhari terdapat riwayat:
“Orang-orang suku ‘Ukl dan ‘Urainah datang ke kota Madinah
menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu memeluk Islam. Namun mereka
kemudian sakit karena tidak cocok dengan cuaca Madinah. Lalu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan mereka untuk meminum air susu unta
dan air kencingnya…” (Shahih Al- Bukhari: no 226, Ibnu Hajar Al-Asqalani,
Fathul Bari: 1/ 367).
1. Dalam Musnad Al-Imam Ahmad terdapat riwayat:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memberi rukhshah
(keringanan) kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan Zubair bin Al-‘Awwam untuk
mengenakan sutera karena keduanya menderita penyakit kulit” (riwayat Al-Imam
Ahmad: no. 13178). Hadits-hadits ini menjadi indikasi bahwa larangan yang ada
bukanlah larangan jazim (haram), namun larangan ghairu jazim (makruh). Kedua
hadis ini menunjukkan bolehnya berobat dengan sesuatu yang najis (air kencing
unta), dan sesuatu yang haram (sutera). Kedua hadits inilah yang kita dijadikan
indikasi bahwa larangan berobat dengan sesuatu yang najis/ haram hukumnya
bukanlah haram, melainkan makruh.
Maka dari itu, hukum pengobatan medis untuk manusia dengan
cara transplantasi mengunakan organ babi yang najis lagi haram, hukumnya adalah
makruh, bukan haram. Hukum makruh ini berarti lebih baik dan akan berpahala
jika seorang yang membutuhkan transplantasi organ tidak menggunakan organ babi.
Namun jika dilakukan dia tidak berdosa. Kedua Keadaan Darurat Keadaan darurat
adalah keadaan di mana Allah membolehkan seseorang yang terpaksa (kehabisan
bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian) untuk memakan apa saja yang
didapatinya dari makanan, termasuk makanan yang diharamkan Allah, seperti bangkai,
darah, daging babi, dan lain-lain.
Pengobatan medis dengan cara transplantasi salah satu organ
babi untuk menyelamatkan kehidupan manusia, yang kelangsungan hidupnya
tergantung pada organ yang akan dipindahkan kepadanya dibolehkan walaupun
dengan benda yang najis/ haram. Dalam hukum syariat, ada kaidah bahwa sesuatu
yang darurat itu dapat membolehkan sesuatu yang dilarang, “Ad-Dharuratu tubihul
mahdzurat”.
Mengenai hukum darurat Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagi kalian bangkai, darah, daging, babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
kea-daaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa atasnya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah: 173)
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan
haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan
mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu
mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri.
Padahal Allah ta’ala berfirman :
“.......Dan janganlah
kalian membunuh diri-diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu” (An-Nisaa : 29)
PENDAPAT KAMI
1. Pendapat dari Syafriadi
2. Pendapat dari Henci Trisnawati
3. Pendapat dari Soni Julita
4. Pendapat dari Dwi Ratna Sari
DAFTAR PUSTAKA
Dede. 2009. Transplantasi organ hewan ke
manusia. http:// dede health. blogspot. com/2009/12/transplantasi-organ-hewan.(Diakses
pada Tanggal 30 April 2011).
Intan,A.F.2010.Xenotransplantasi,ApaItu?.http://www.kompas.com/read/xml/2010/02/18/09344075/Xenotransplantasi.Apa.Itu.(Diakses
pada Tanggal 30 April 2011).
Nurman,B.A.2010.Xenotransplantation antara Babi dan Manusia
Menurut Perspektif Islam.(Diakses pada Tanggal 30 April 2011).
No comments:
Post a Comment
TERIMAKASIH ATAS PARTISIPASINYA